METODA
PENETAPAN BESARNYA SUSUT TEKNIK PADA SISTEM DISTRIBUSI
(Study
Analisis Implementasi Formula Jogja)
Pengertian
Susut
Secara
sederhana susut ditribusi adalah selisih antara kWh Produksi dan kWh Jual dalam
suatu sistem distribusi. Selisih kWh ini merupakan energi listrik yang terbuang
selama proses mulai dari pembangkitan atau sisi sekunder Gardu Induk sampai dengan APP pelanggan.
Penyebab Susut
Pada
sistem distribusi ada dua penyebab terjadinya susut yakni susut teknik dan
susut non teknik. Susut teknik disebabkan oleh kondisi internal sistem
sedangkan susut non teknik lebih disebabkan oleh pengaruh eksternal.
1. Penyebab Susut Non Teknik
Beberapa penyebab susut non teknik antara lain :
Pencurian listrik, Kesalahan Baca Meter, Kesalahan alat pengukuran dan lain
lain yang kesemuanya merupakan bagian eksternal dari sistem.
Pada sistem distribusi , pencurian listrik ini sangat
banyak modusnya mulai dari yang mencantol langsung sampai dengan yang
menggunakan peralatan khusus. Kesalahan baca meter menyebabkan ketidak sesuaian
antara jumlah kWh yang digunakan pelanggan dengan yang tercatat. Jika yang
digunakan ternyata lebih besar dari yang tercatat maka selisihnya tentu akan
menjadi susut. Kesalahan alat pengukuran menyebabkan energi yang terukur tidak
sesuai dengan energi yang digunakan oleh pelanggan. Hal ini bisa disebabkan
oleh kWh meter, wiring, CT/PT, kesalahan faktor kali dan sebagainya. Disamping
ketiga hal di atas masih banyak lagi penyebab susut non teknik yang pada
prinsipnya menjadi faktor eksternal sistem.
2. Penyebab Susut Teknik
Penyebab susut teknik dapat dilihat dari persamaan susut
teknis sendiri yaitu : Ploss= I²Rt atau biasa disebut IRIT. Komponen utama dari
persamaan tersebut adalah I (Ampere) yakni besarnya arus beban yang mengalir
pada sistem distribusi dan R (Ohm) yakni besarnya nilai tahanan penghantar pada
suatu sistem distribusi.
Arus beban dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni
besarnya beban itu sendiri dan faktor daya (Cos ø) beban.
Faktor besarnya beban tergantung pada beban yang disuplay
sedangkan pengaruh faktor daya (Cos ø) beban terhadap arus yang mengalir pada
sistem dapat dijelaskan sebagai berikut :
Sebagaimana diketahui bahwa arus beban (I) pada persamaan
diatas adalah arus beban daya semu. Arus beban daya semu ini terdiri dari arus
beban daya aktif IR dan
arus beban daya reaktif IX. Sedang arus reaktif IX merupakan penjumlahan secara vektor dari arus
induktif IXL dan
arus kapasitif IXC. Sehingga persamaannya dapat dituliskan :
I ² = IR ² + ( IXL - IXC ) ²
Semakin baik Cos ø
beban maka arus yang mengalir untuk daya aktif yang sama akan semakin kecil
karena nilai IX akan semakin kecil. Sebagai contoh jika kita mensuplay beban aktif 400 watt
dengan sumber tegangan 220 Volt. Maka untuk Cosø 0,75 arus yang mengalir
sebesar 2,42 Ampere sedangkan untuk Cosø 0,95 arus yang mengalir sebesar 1,91
Ampere.
Penyebab kedua dari persamaan susut teknik di atas adalah besarnya tahanan penghantar (R).
Besarnya nilai tahanan ini dipengaruhi oleh jenis, panjang, dan luas penampang penghantar. Misalnya jenis
penghantar tembaga (Cu) mempunyai tahanan yang lebih kecil dibandingkan
Aluminium (Al). Demikian pula semakin panjang atau semakin kecil penampang
penghantar maka akan semakin besar nilai tahanan dari suatu jaringan.
Kondisi-kondisi jaringan distribusi seperti beban over
load pada penghantar, beban tidak seimbang pada trafo distribusi, SR rentet dan
yang sejenisnya dapat menyebabkan arus yang mengalir lebih besar sehingga susut
teknik tinggi. Sedangkan penyulang yang panjang, penampang penghantar jaringan
yang kecil, dapat menyebabkan nilai tahanan besar sehingga nilai susut teknik
ini juga besar.
Penentuan
Besarnya Nilai Susut
Penentuan atau perhitungan besarnya nilai susut pada
suatu sistem distribusi sangat diperlukan. Perhitungan yang benar akan
memberikan data ril terkait susut pada suatu sistem distribusi. Data ini
selanjutnya akan menjadi acuan untuk perbaikan sistem dalam rangka penekanan
susut itu sendiri.
Secara umum susut sebagaimana dijelaskan sebelumnya
dibagi menjadi dua yakni susut teknik dan non
teknik. Susut teknik ini sifatnya mutlak atau tetap bisa disebut fix
velue sedangkan susut non teknik sifatnya tidak tetap atau bisa disebut
variable velue. Dari kondisi tersebut kita dapat menentukan nilai susut pada
suatu sistem distribusi dengan menghitung fix veluenya.
Ada beberapa metode yang digunakan untuk menghitung susut
teknik ini antara lain dengan menggunakan ETAP atau dengan menggunakan formula
pada microsoft excel misalnya yang belakangan digunakan oleh PLN yang dikenal
dengan formula Jogja.
Formula
Jogja (Duppon Chart)
Formula ini sedikit berbeda dengan formula yang ada
antara lain :
-
Dapat
langsung mengetahui nilai susut teknik dan non teknik (Duppon chart)
-
Mengambil
data beban dari total penjualan energy
-
Menentukan
faktor beban dari nilai penjualan kWh (TUL III-09)
Sedangkan formula yang lain biasanya hanya menghitung
susut teknik, mengambil data beban dari beban puncak dari suatu sistem dan data
penyulangnya. Sementara faktor beban diambil dari beban rata-rata dibagi dengan
beban puncak suatu sistem.
Kita akan membahas lebih jauh metoda Duppon Chart ini,
karena menjadi acuan dalam menentukan susut dari suatu unit. Dan acuan ini
tentu saja menjadi pertimbangan dalam penetapan strategi penekanan susut.
Langkah Proses perhitungan susut pada metoda duppon
chart:
-
Mengisi
Data nilai kWh Produksi, kWh yang diekspor dan PSD Unit dalam satu bulan
-
kWh
Siap Jual dihitung dengan cara kWh produksi dikurangi dengan kwh ekspor dan PSD
-
kWh
Siap jual ini di’link’ pada formula perhitungan susut TM
-
Pada
formula perhitungan susut TM terdapat jumlah penyulang dan panjang total
penyulang yang di’link’ langsung ke data aset.
-
Selanjutnya
panjang penyulang dibagi dengan jumlah penyulang untuk mendapatkan rata-rata
panjang penyulang.
-
Node
per penyulang yakni jumlah GD dibagi dengan jumlah penyulang
-
Iek
per Penyulang merupakan nilai kVA yang disuplay setiap saat oleh setiap
penyulang; Diperoleh dari nilai kWh siap jual dibagi dengan cos phi dibagi
dengan jam dalam sebulan dan dibagi dengan jumlah jurusan
-
Rugi
beban puncak per penyulang diperoleh dari tiga dikali arus kuadrat dikali nilai
tahanan per kms dikali panjang rata-rata penyulang dikalikan faktor koreksi.
Sementara nilai arus diperoleh dari Iek dibagi akar tiga dibagi tegangan
-
Selanjutnya
susut teknik diperoleh dari rugi beban puncak dikali jumlah jurusan dikali
faktor daya dikali jumlah jam dalam sebulan.
-
Kemudian
persentase susut TM diperoleh dari perbandingan antara susut teknik(TM) dibagi
dengan kWh siap jual dikali saratus.
-
Selanjutnya
selisih kWh siap jual dengan susut teknik pada sisi TM menjadi kWh terima yang
diolah pada sisi Trafo kemudian selisih kWh terima pada trafo dengan susut
teknik pada trafo menjadi kWh terima pada sisiTR dan terakhir SR.
Dari pola
perhitungan tersebut dapat disimpulkan beberapa hal :
1. Perhitungan dilakukan secara keseluruhan dalam satu unit.
2. Pada sisi TM, panjang penyulang dan besarnya beban
dirata-ratakan untuk setiap penyulang.
3. Pada sisi trafo distribusi, jumlah trafo dan besar kVA
trafo dirata-ratakan.
4. Pada sisi JTR
panjang penyulang dan luas penampang juga dirata-ratakan
Metoda tersebut menyebabkan perbedan antara hasil
perhitungan dengan nilai yang sebenarnya apabila digunakan untuk menghitung
penyulang-penyulang yang mempunyai panjang dan beban yang tidak sama. Hal
tersebut disebabkan karena besarnya susut itu ditentukan oleh besar beban yang
dikuadratkan dikalikan dengan tahanan penghantar pada jaringan tersebut.
Sebagai contoh dua buah penyulang yang mempunyai panjang
dan beban yang tidak sama. penyulang A beban 250 Amp Panjang 120 kms dengan
jenis penghantar AAAC 150 mm dengan tahanan jenis per km sebesar 0,27 Ω.
Kemudian penyulang B dengan beban 60 Amp panjang 80 kms dengan jenis penghantar
AAAC 150 mm. Faktor beban (LF) dan faktor daya (Cos ø) kedua penyulang sama
yakni LF adalah 0,65 dan Cos ø adalah 0,85.
Dengan mengasumsikan bahwa kedua penyulang tersebut sama
maka diperoleh hasil sbb :
Nama
Penyulang
|
beban
(Amp)
|
Beban
Rata-rata (Amp)
|
panjang
(kms)
|
panjang
rata-rata (kms)
|
R/kms
|
LF
|
Cos
phi
|
jam
per bulan
|
susut
teknis perbulan
|
A
|
250
|
155
|
120
|
100
|
0.27
|
0.65
|
0.85
|
720
|
387,064.37
|
B
|
60
|
155
|
80
|
100
|
0.27
|
0.65
|
0.85
|
720
|
387,064.37
|
TOTAL SUSUT
|
774,128.75
|
Namun jika masing-masing penyulang dihitung secara
proporsional maka hasilnya sebagai berikut :
Nama Penyulang
|
beban
|
panjang
|
R/kms
|
LF
|
Cos phi
|
jam per bulan
|
susut teknis
perbulan
|
A
|
250
|
120
|
0.27
|
0.65
|
0.85
|
720
|
1,208,317.50
|
B
|
60
|
80
|
0.27
|
0.65
|
0.85
|
720
|
46,399.39
|
TOTAL SUSUT
|
1,254,716.89
|
implementasinya
tidak boleh sama pada semua kondisi Sistem distribusi terutama pada sisi
Tegangan Menengah. Untuk Sistem distribusi yang terdiri dari
penyulang-penyulang yang mempunyai panjang dan beban yang sama tidak ada
masalah, tetapi Jika Sistem distribusinya terdiri dari penyulang-penyulang yang
perbedaan panjang dan bebannya cukup signifikan ini akan terjadi perbedan
antara hasil perhitungan dengan nilai yang sebenarnya.
Untuk kondisi dimana tiap penyulang mempunyai panjang dan
beban yang berbeda sebaiknya tidak dirata-ratakan atau diasumsikan sama tetapi
dihitung per penyulang. Caranya dengan membuat formula yang sama untuk tiap
penyulang.
Formula tersebut dapat dibuat lebih sederhana dengan
membuat formula mendatar dengan mencopy rumusan formula. Sementara faktor-faktor yang digunakan seperti faktor
beban (LF), Faktor susut (LLF), Faktor koreksi tetap sama dengan cara melink
pada sumbernya.
Selanjutnya formula dapat digandakan sesuai dengan jumlah
penyulang dan setiap penyulang diinput sesuai dengan kondisi beban dan
panjangnya. Nilai kWh pada setiap penyulang dapat dihitung dari persentase
beban penyulang terhadap total beban GI dikalikan dengan jml kWh Produksi.
Sebagai contoh asuhan Penyulang di PLN Area Bulukumba
sebagai berikut :
Penerimaan
|
*
)
|
kWh
|
37,601,656
|
Penjualan total
|
*
)
|
kWh
|
28,165,580
|
Penjualan di sisi TT
|
*
)
|
kWh
|
|
Penjualan di sisi TM
|
*
)
|
kWh
|
1,289,333
|
Penjualan di sisi TR
|
kWh
|
26,876,247
|
|
KWh Kirim ke Unit Lain
|
kWh
|
4,564,802
|
|
Pemakaian Sendiri GD
|
kWh
|
22,561
|
|
Susut total
|
kWh
|
4,848,712
|
|
Susut
I 2 R
|
kWh
|
2,909,090
|
|
Susut non
I 2 R
|
kWh
|
1,939,622
|
|
Susut total
|
%
|
12.89
|
|
Susut
I 2 R
|
%
|
7.74
|
|
Susut non
I 2 R
|
%
|
5.16
|
|
TM
|
|||
Input
|
kWh
|
33,036,853
|
|
Jml Peny/Trafo/Jur/Kons
|
*
)
|
Bh
|
18
|
Panjang
JTM/KVA Trafo/JTR/SR
|
*
)
|
Kms
|
2,028
|
Panjang/KVA
trafo
rata-rata
|
Kms
|
113
|
|
Node
per Peny/Jurusan
|
103
|
||
Rugi
besi
|
|||
Rugi
tembaga
|
|||
Iek
per Peny/Trafo/Jur/Kons
|
kVA
|
2,104.7573
|
|
Rugi
beban puncak per Peny/Trafo/Jur/Kons
|
kW
|
186.951
|
|
Susut I 2 R
|
kWh
|
1,722,505
|
|
Susut I 2 R vs input
|
%
|
5.21
|
|
Susut I 2 R vs input total
|
%
|
4.58
|
Tabel data perhitungan susut teknik dengan mengasumsikan bahwa semua
penyulang mempunyai panjang dan besar beban yang sama
Nama Penyulang
|
jml kwh
|
jam per bulan
|
cos phi
|
jml Penyulang
|
Iek per Penyulang
|
Rugi beban puncak
per Penyulang
|
Panjang rata2
penyulang
|
total susut
|
persen susut
|
Total
Penyulan ABK
|
33,036,853
|
744
|
0.85
|
18
|
2,105
|
186.95
|
113
|
1,722,505
|
5.21
|
Pada hasil perhitungan formula jogja diatas susut teknik
pada sisi TM terhadap 18 penyulang pada PLN Area Bulukumba tersebut adalah
sebesar 1.722.505 kWh atau sekitar 5,21
%.
Dengan menggunakan formula yang sama (Formula Jogja)
tetapi beban dan panjang penyulang dimasukkan secara proporsional untuk masing
masing penyulang ( Tiap satu penyulang ada satu formula), maka diperoleh hasil
sebagai berikut :
Tabel data perhitungan susut teknik dengan menghitung susut per Penyulang
secara proporsional
Nama Penyulang
|
jml kwh
|
jam per bulan
|
cos phi
|
jml Penyulang
|
Iek per Penyulang
|
Rugi beban puncak
per Penyulang
|
Panjang penyulang
|
total susut
|
persen susut
|
Ekspress
|
1,802,755
|
744
|
0.85
|
1
|
2,067
|
28.24
|
17.64
|
14,457
|
0.04375917
|
Pajjukukang
|
2,116,872
|
744
|
0.85
|
1
|
2,428
|
335.88
|
152.15
|
171,926
|
0.5204077
|
Ujung
Loe
|
3,591,853
|
744
|
0.85
|
1
|
4,119
|
1,997.08
|
314.21
|
1,022,248
|
3.09426561
|
Ponre
|
3,714,768
|
744
|
0.85
|
1
|
4,260
|
1,296.65
|
190.73
|
663,718
|
2.00902409
|
Sapiria
|
1,311,095
|
744
|
0.85
|
1
|
1,504
|
114.84
|
135.61
|
58,782
|
0.17792985
|
Ekspress
GI Tallasa
|
1,365,724
|
744
|
0.85
|
1
|
1,566
|
51.46
|
56.00
|
26,340
|
0.07972796
|
Ekspress
j ponto
|
1,802,755
|
744
|
0.85
|
1
|
2,067
|
151.80
|
94.82
|
77,705
|
0.23520554
|
Pasar
Karrissa
|
3,031,906
|
744
|
0.85
|
1
|
3,477
|
783.87
|
173.09
|
401,241
|
1.21452605
|
Tolo
|
2,335,387
|
744
|
0.85
|
1
|
2,678
|
432.50
|
160.97
|
221,383
|
0.67011033
|
Bantaeng
|
2,594,875
|
744
|
0.85
|
1
|
2,976
|
343.77
|
103.64
|
175,969
|
0.53264308
|
Lita
|
3,509,910
|
744
|
0.85
|
1
|
4,025
|
1,585.82
|
261.29
|
811,735
|
2.45706036
|
Lappa
|
1,925,670
|
744
|
0.85
|
1
|
2,208
|
38.27
|
20.95
|
19,588
|
0.05929158
|
Lamattirilau
|
1,775,441
|
744
|
0.85
|
1
|
2,036
|
232.84
|
149.94
|
119,186
|
0.36076703
|
Ekspress
pltd
|
1,242,808
|
744
|
0.85
|
1
|
1,425
|
77.18
|
101.43
|
39,507
|
0.11958366
|
Bonto
manai
|
587,261
|
744
|
0.85
|
1
|
673
|
1.69
|
9.92
|
863
|
0.00261204
|
Bonto
Mate'ne
|
95,601
|
744
|
0.85
|
1
|
110
|
0.08
|
18.74
|
43
|
0.00013075
|
Ere
Mata
|
68,286
|
744
|
0.85
|
1
|
78
|
0.03
|
14.33
|
17
|
0.00005101
|
Kota
|
2,913
|
744
|
0.85
|
1
|
3
|
0.00
|
59.54
|
0.1
|
0.00000039
|
JUMLAH
|
3,824,708
|
11.58
|
Dari metoda tersebut diperoleh susut teknik pada sisi TM
sebesar 3.824.708 kWh atau sekitar 11,58 %. Dibandingkan dengan penginputan
secara rata-rata (Menggunakan satu formula saja untuk semua penyulang),
terdapat selisih yang cukup signifikan yakni sekitar 6,36 % atau setara dengan 2.102.203
kWh.
Berdasarkan hasil formula Jogja jika
implementasi penginputannya dilaksanakan per penyulang sebesar 11,58 %,
adalah susut teknik yang merupakan nilai mutlak atau fix
velue dari susut distribusi. Dan selisih yang diperoleh jika dibandingkan
dengan implementasi pengimputan dengan merata-ratakan beban dan panjang
penyulang sebesar 6,36 % atau setara dengan 2.102.203 kWh adalah Susut Teknik
yang dijustifikasi sebagai susut Non Teknik. Hal tersebut tentu menyebabkan
kekurangakuratan rencana perbaikan susut itu sendiri.
Artikel yang bagus dan membantu mas
BalasHapusmau nanya mas, dalam formula jogja ada kva TM, kwh TM, jual TM, Faktor beban TM, faktor susut TM sementara dalam penyulang tersebut tidak ada pelanggan TM, kalau seperti itu bagaimana ya mas? karena jika tidak diisi, susut TM menjadi 0%